APBD
(ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH)
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Perekonomian Indonesia
![]() |
|
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS GUNADARMA
KALIMALANG
2012
KATA
PENGANTAR
Segala puji serta syukur kami panjatkan
kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT yang telah melimpahkan karunia dan
ridhoNya sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Adapun
terdapat banyak kekurangan dalam makalah ini, itu merupakan fakta asli
kemampuan manusia yang pada dasarnya tidak pernah luput dari khilaf dan salah.
Pada kesempatan kali ini,
alhamdulillah makalah ini telah selesai disusun dengan memanfaatkan
sumber-sumber referensi yang penulis peroleh. Semoga makalah ini dapat
memberikan manfaat dan wawasan lebih bagi pembaca pada umumnya dan khususnya
bagi penulis sebagai penyusun.
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR
..................................................................................................
i
DAFTAR
ISI ................................................................................................................
ii
BAB
1 PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
.........................................................................................
1
B.
Perumusan Masalah ...............................................................................................
2
C.
Maksud dan Tujuan
................................................................................................
2
D.
Metode Penyusunan
...............................................................................................
2
E.
Sistematika Penulisan
.............................................................................................
2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Identifikasi Sumber Pendapatan Daerah..................................................................
4
B. Pengelolaan Keuangan Daerah.................................................................................
12
BAB
III
A.
Kesimpulan
.............................................................................................................
15
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Indonesia adalah sebuah
negara yang wilayahnya terbagi atas daerah-daerah Provinsi. Daerah provinsi itu
dibagi lagi atas daerah Kabupaten dan daerah kota. Setiap daerah provinsi, daerah kabupaten, dan daerah kota mempunyai
pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan
pemerintah oleh pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas
pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD 1945.
Pemerintah daerah
provinsi, kabupaten, dan kota memeiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
anggota-anggotanya dipilih memaluli pemelihan umum. Gubernur, bupati, dan walikota
masing-masing sebagai Kepala Pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota
dipilih secara demokratis.
Penyelenggaraan fungsi pemerintahan daerah akan
terlaksana secara oftimal apabila penyelengaraan urusan pemerintahan diikuti
dengan pemberian sumber-sumber penerimaan yang cukup untuk daerah, dengan
mengacu pada undang-undang yang mengatur perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan pemerintah daerah, diman
besarnya disesuaikan dan diselaraskan dengan pembagian kewenagan antar
pemerintah dan daerah. Semua sumber keuangan yang melekat pada setiap urusan
pemerintah yang diserahkan kepada daerah menjadi sumber keuangan daerah.
Setiap daerah mempunyai wewenang masing-masing terhadap anggaran pendapatan dan
pembelanjaan daerah sehinggga daerah tersebut dituntut untuk mengelola sumber
tersebut dengan baik.
Berdasarkan uraian
tersebut, maka kami menganggap perlu untuk menyusun tulisan ini dengan judul APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah).
B. Perumusan
Masalah
Dalam
penyusunan tulisan ini, masalah yang dirumuskan dititik beratkan pada beberapa
hal, yaitu :
1.
Bagaimana dengan
Identifikasi Sumber Pendapatan Daerah?
2.
Bagaimana dengan
Pengelolaan Keuangan Daerah?
C. Maksud
dan Tujuan
Penyusunan
penulisan ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan nilai mata kuliah
Perekonomian Indonesia. Adapun tujuan dari penyusunan tulisan ini adalah
sebagai berikut.
1.
Mengetahui perkembangan
Identifikasi Sumber Pendapatan Daerah.
2.
Mengetahui penyebaran
Pengelolaan Keuangan Daerah.
D. Metode
Penyusunan Masalah
Dalam
penyusunan tulisan ini, penyusun menggunakan metode studi pustaka dengan
menggunakan beberapa sumber referensi yang berkaitan dengan masalah yang kami
bahas dan dengan menggunakan study literatur baik dari buku, website, artikel
dan sumber lain yang mendukung.
E. Sistematika
Penulisan
Tulisan
ini ditulis dengan sistematika penulisan sebagai berikut :
HALAMAN
JUDUL
DAFTAR
ISI
DAFTAR
GAMBAR
DAFTAR
TABEL
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
B. Perumusan
Masalah
C. Maksud
dan Tujuan
D. Metode
Penyusunan Makalah
E. Sistematika
Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
A. Identifikasi Sumber Pendapatan Daerah
B. Pengelolaan Keuangan Daerah
BAB
III SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
DAFTAR
PUSTAKA
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Identifikasi
Sumber Pendapatan Daerah
Menurut kamus ilmiah populer,
identifikasi adalah pengenalan atau pembuktian sama, jadi identifikasi sumber
pendapatan asli daerah adalah : meneliti, menentukan dan menetapkan mana
sesungguhnya yang menjadi sumber pendapatan asli daerah dengan cara meneliti dan
mengusahakan serta mengelola sumber pendapatan tersebut dengan benar sehingga
memberikan hasil yang maksimal.
Sedangkan pendapatan asli daerah
adalah pendapatan yang diperoleh dari sumber-sumber pendapatan daerah dan
dikelola sendiri oleh pemerintahan daerah. Pada uraian terdahulu berdasarkan UU
nomor 22 tahun 1999 pasal 79 disebutkan bahwa pendapatan asli daerah terdiri
dari :
a.
Hasil pajak daerah;
b.
Hasil retribusi daerah;
c.
Hasil perusahaan milik
daerah, dan hasil pengelolaan milik daerah yang dipisahkan dan;
d.
Lain-lain pendapatan
asli daerah yang sah.
1.
Pajak Daerah
Menurut Kaho pajak daerah
adalah peralihan kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai
pengeluaran rutin dan surplusnya digunakan
untuk Public Investment. Pajak daerah adalah pungutan daerah menurut
peraturan yang ditetapakan sebagai badan hukum publik dalam rangka membiayai
rumah tangganya. Dengan kata lain pajak daerah adalah pajak yang wewenang
pungutannya ada pada daerah dan pembangunan daerah hal ini dikemukakan oleh Yasin.
Selain itu Davey mengemukakan pendapatnya tentang pajak daerah yaitu :
a. Pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dengan
peraturan daerah sendiri
b. Pajak yang dipungut berdasarkan peraturan nasional
tapi pendapatan tarifnya dilakukan oleh Pemda.
c. Pajak yang dipungut atau ditetapkan oleh Pemda.
d. Pajak yang dipungut dan diadministrasikan oleh
pemerintah pusat tetapi
pungutannya kepada, dibagi
hasilkan dengan atau dibebani pungutan tambahan (opsen) oleh Pemda. Menurut
Undang-Undang nomor 18 tahun 1997 disebutkan bahwa pajak daerah adalah, yang
selanjutnya disebut pajak, yaitu iuran wajib yang dilakukan oleh orang pribadi
atau badan kepada daerah tanpa imbalan langsung yang seimbang, yang dapat dipaksakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk
membiayai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembengunan daerah.
Pasal 2 ayat (1) dan (2)
didalam Undang–Undang nomor 18 tahun 1999 disebutkan bahwa jenis pajak daerah
yaitu :
a. Jenis pajak daerah Tingkat I terdiri dari :
·
Pajak kenderaan bermotor
·
Bea balik nama kenderaan bermotor
·
Pajak bahan bakar kenderaan bermotor
b. Jenis pajak dearah Tingkat II terdiri dari :
·
Pajak hotel dan restoran
·
Pajak hiburan
·
Pajak reklame
·
Pajak penerangan jalan
·
Pajak pengambilan dan pengelolaan bahan galian golongan C.
·
Pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan
Selanjutnya pasal 3 ayat (1)
dicantumkan tarif pajak paling tinggi dari masing-masing jenis pajak sebagai
berikut :
·
Pajak kenderaan bermotor 5 %
·
Pajak balik nama kenderaan bermotor 10 %
·
Pajak bahan bakar kenderaan bermotor 5 %
·
Pajak hotel dan restoran 10 %
·
Pajak hiburan 35 %
·
Pajak reklame 25 %
·
Pajak penerangan jalan 10 %
·
Pajak pengambilan dan pengelolaan bahan galian golongan C
·
Pajak pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan 20 %
Tarif pajak untuk daerah
Tingkat I diatur dengan peraturan pemerintah dan penetepannya seragam diseluruh
Indonesia. Sedang untuk daerah Tingkat II, selanjutnya ditetapkan oleh
peraturan daerah masing-masing dan peraturan daerah tentang pajak tidak dapat
berlaku surut. Memperhatikan sumber pendapatan asli daerah sebagaimana tersebut
diatas, terlihat sangat bervariasi.
2.
Retribusi Daerah
Rochmat Sumitra mengatakan
bahwa retribusi adalah pembayaran kepada negara yang dilakukan kepada mereka
yang menggunakan jasa-jasa negara, artinya retribusi daerah sebagai pembayaran
atas pemakain jasa atau kerena mendapat pekerjaan usaha atau milik daerah bagi
yang berkepentingan atau jasa yang diberikan oleh daerah, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Oleh karena itu setiap pungutan yang dilakukan oleh
pemerintah daerah senantiasa berdasarkan prestasi dan jasa yang diberikan
kepada masyarakat, sehingga keluasaan retribusi daerah terletak pada yang dapat
dinikmati oleh masyarakat. Jadi retribusi sangat berhubungan erat dengan jasa
layanan yang diberikan pemerintah kepada yang membutuhkan.
Pembayaran retribusi oleh masyarakat menurut Davey adalah :
a. Dasar untuk mengenakan retribusi biasanya harus
didasarkan pada total cost dari pada pelayanan-pelayanan yang disediakan
b. Dalam beberapa hal retribusi biasanya harus didasarkan
pada kesinambungan harga jasa suatu pelayanan, yaitu atas dasar mencari
keuntungan.
Disamping itu menurut Kaho, ada beberapa ciri-ciri retribusi yaitu :
a. Retibusi dipungut oleh negara
b. Dalam pungutan terdapat pemaksaan secara ekonomis
c. Adanya kontra prestasi yang secar langsung dapat
ditunjuk
d. Retribusi yang dikenakan kepada setiap orang atau badan
yang menggunakan mengenyam jasa-jasa yang disediakan oleh negara.
Sedangkan jenis-jenis retribusi yang diserahkan kepada daerah Tingkat II menurut
Kaho berikut ini :
a. Uang leges
b. Biaya jalan / jembatan / tol
c. Biaya pangkalan
d. Biaya penambangan
e. Biaya potong hewan
f. Uang muka sewa tanah / bangunan
g. Uang sempadan dan izin bangunan
h. Uang pemakaian tanah milik daerah
i.
Biaya penguburan
j.
Biaya pengerukan wc
k. Retribusi pelelangan uang
l.
Izin perusahaan industri kecil
m. Retribusi pengujian kenderaan bermotor
n. Retribusi jembatan timbang
o. Retribusi stasiun dan taksi
p. Balai pengobatan
q. Retribusi reklame
r.
Sewa pesanggrahan
s. Pengeluaran hasil pertanian, hutan dan laut.
t.
Biaya pemeriksaan susu dan lainnya
u. Retribusi tempat rekreasi
Dari uraian diatas dapat kita lihat pengelompokan retribusi yang meliputi:
a. Retribusi jasa umum, yaitu : retribusi atas jasa yang disediakan atau diberikan
oleh pemerintah daerah untuk tujuan kepentingan umum serta dapat dinikmati oleh
orang pribadi atau badan.
b. Retribusi jasa usaha, yaitu : retribusi atas jasa yang disediakan oleh Pemda
dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya disediakan oleh sektor
swasta.
3.
Perusahaan Daerah
Dalam usaha menggali sumber
pendapatan daerah dapat dilakukan dengan berbagai cara, selama tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Salah satu
sumber pendapatan asli daerah yang sangat penting dan perlu mendapat perhatian
khusus adalah perusahaan daerah. Menurut Wayang mengenai perusahaan daerah
sebagai berikut :
1. Perusahaan Daerah adalah kesatuan produksi yang
bersifat :
·
Memberi jasa
·
Menyelenggarakan pemanfaatan umum
·
Memupuk pendapatan
2. Tujuan perusahaan daerah untuk turut serta
melaksanakan pembangunan daerah khususnya dan pembangunan kebutuhan rakyat
dengan menggutamakan industrialisasi dan ketentraman serta ketenangan kerja
menuju masyarakat yang adil dan makmur.
3. Perusahaan daerah bergerak dalam lapangan yang sesuai dengan
urusan rumah tangganya menurut perundang-undangan yang mengatur pokok-pokok pemerintahan
daerah.
4. Cabang-cabang produksi yang penting bagi daerah dan
mengusai hajat hidup
orang banyak di daerah, yang modal untuk seluruhnya merupakan kekayaan daerah
yang dipisahkan
4.
Pendapatan Asli Daerah Yang Sah
Pendapatan asli daerah tidak
seluruhnya memiliki kesamaan, terdapat pula sumber-sumber pendapatan lainnya,
yaitu penerimaan lain-lain yang sah, menurut Devas bahwa : kelompok penerimaan
lain-lain dalam pendapatan daerah Tingkat II mencakup berbagai penerimaan
kecil-kecil, seperti hasil penjualan alat berat dan bahan jasa. Penerimaan dari
saswa, bunga simpanan giro dan Bank serta penerimaan dari denda kontraktor.
Namun walaupun demikian sumber penerimaan daerah sangat bergantung pada potensi
daerah itu sendiri.
Dibawah ini
adalah tabel Pendapatan dan Pembelanjaan APBD yang penulis ambil dari salah
satu Provinsi di Indonesia yaitu provinsi Jawa timur.
POSTUR AGREGAT
PENDAPATAN APBD JAWA TIMUR
TA. 2008 s.d 2012
Tahun
|
Pendapatan
|
PAD
|
%
|
Dana Perimbangan
|
%
|
Lain-lain Pendapatan yang sah
|
%
|
||
Nasional ( Provinsi, Kab dan Kota )
|
2008
|
346,472
|
53,976
|
16
|
266,331
|
77
|
26,165
|
8
|
|
2009
|
389,639
|
63,611
|
16
|
283,502
|
73
|
42,466
|
11
|
||
2010
|
403,922
|
71,639
|
18
|
292,967
|
73
|
39,317
|
10
|
||
2011
|
477,699
|
90,142
|
19
|
327,159
|
68
|
60,398
|
13
|
||
2012
|
573,542
|
113,247
|
20
|
377,446
|
66
|
82,849
|
14
|
||
Jawa Timur ( Provinsi, Kab dan Kota )
|
2008
|
32,817
|
5,989
|
18
|
25,287
|
77
|
1,541
|
5
|
|
2009
|
35,583
|
6,841
|
19
|
26,757
|
75
|
1,986
|
6
|
||
2010
|
39,546
|
8,740
|
22
|
27,859
|
70
|
2,947
|
7
|
||
2011
|
48,065
|
12,755
|
27
|
28,970
|
60
|
6,341
|
13
|
||
2012
|
57,701
|
15,366
|
27
|
35,278
|
61
|
7,056
|
12
|
||
Provinsi Jawa Timur
|
2008
|
5,358
|
3,584
|
67
|
1,719
|
32
|
55
|
1
|
|
2009
|
5,951
|
3,887
|
65
|
1,870
|
31
|
194
|
3
|
||
2010
|
7,397
|
5,144
|
70
|
2,214
|
30
|
39
|
1
|
||
2011
|
9,907
|
7,615
|
77
|
2,267
|
23
|
25
|
0
|
||
2012
|
11,523
|
9,068
|
79
|
2,409
|
21
|
46
|
0
|
||
Kab/Kota Se- Jawa Timur
|
2008
|
27,458
|
2,405
|
9
|
23,567
|
86
|
1,486
|
5
|
|
2009
|
29,663
|
2,954
|
10
|
24,887
|
84
|
1,792
|
6
|
||
2010
|
32,149
|
3,596
|
11
|
25,645
|
80
|
2,908
|
9
|
||
2011
|
38,158
|
5,140
|
13
|
26,702
|
70
|
6,316
|
17
|
||
2012
|
46,177
|
6,298
|
14
|
32,867
|
71
|
7,010
|
15
|
Catatan :
Untuk Tahun 2012 tidak termasuk 9
Kabupaten yang belum menetapkan Perda APBD TA. 2012
POSTUR AGREGAT BELANJA
APBD JAWA TIMUR
TA. 2008 s.d 2012
Tahun
|
Pendapatan
|
PAD
|
%
|
Dana Perimbangan
|
%
|
Lain-lain Pendapatan yang sah
|
%
|
||
Nasional ( Provinsi, Kab dan Kota )
|
2008
|
390,177
|
157,089
|
40
|
72,297
|
19
|
111,401
|
29
|
|
2009
|
428,325
|
178,623
|
42
|
79,409
|
19
|
113,106
|
26
|
||
2010
|
444,002
|
198,538
|
45
|
82,510
|
19
|
96,359
|
22
|
||
2011
|
513,335
|
228,338
|
44
|
103,830
|
20
|
113,574
|
22
|
||
2012
|
613,501
|
259,901
|
42
|
121,612
|
20
|
136,261
|
22
|
||
Jawa Timur ( Provinsi, Kab dan Kota )
|
2008
|
36,556
|
17,205
|
47
|
6,000
|
16
|
7,394
|
20
|
|
2009
|
40,074
|
19,733
|
49
|
6,496
|
16
|
8,035
|
20
|
||
2010
|
43,446
|
21,750
|
50
|
7,232
|
17
|
6,323
|
15
|
||
2011
|
52,582
|
25,805
|
49
|
10,077
|
19
|
8,336
|
16
|
||
2012
|
61,668
|
29,737
|
48
|
11,921
|
19
|
10,801
|
17
|
||
Provinsi Jawa Timur
|
2008
|
6,111
|
1,595
|
26
|
1,181
|
19
|
441
|
7
|
|
2009
|
6,314
|
1,821
|
29
|
1,597
|
25
|
433
|
7
|
||
2010
|
7,827
|
2,029
|
26
|
2,016
|
26
|
750
|
10
|
||
2011
|
10,626
|
2,331
|
22
|
3,094
|
29
|
900
|
8
|
||
2012
|
12,215
|
2,626
|
22
|
3,064
|
30
|
1,045
|
9
|
||
Kab/Kota Se- Jawa Timur
|
2008
|
30,445
|
15,160
|
51
|
4,819
|
16
|
6,953
|
23
|
|
2009
|
33,760
|
17,912
|
53
|
4,898
|
15
|
7,063
|
23
|
||
2010
|
35,620
|
19,721
|
55
|
5,216
|
15
|
5,573
|
16
|
||
2011
|
41,956
|
23,474
|
56
|
6,983
|
17
|
7,435
|
18
|
||
2012
|
49,453
|
27,111
|
55
|
8,317
|
17
|
9,756
|
20
|
Catatan :
Untuk Tahun 2012 tidak termasuk 9
Kabupaten yang belum menetapkan Perda APBD TA. 2012
B.
Pengelolaan
Keuangan Daerah
Peningkatan efektifitas, efisien, dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
1. Menyelesaikan
pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD TA 2013 tepat waktu.
2. Meningkatkan
efisien belanja aparatur dan belanja operasional, serta membatasi belanja hibah
dan bantuan sosial untuk memenuhi pencapaian SPM. Meningkatkan belanja langsung
untuk program pembangunan yang pro-poor, pro-growth, pro-job dan pro-environment.
Dengan demikian, APBD akan mencerminkan keadilan dan keberpihakan pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
3. Pentingnya
efisieni belanja daerah, mengingat dari total belanja APBD provinsi TA 2011
sejumlah Rp.127,98 triliun, dialokasikan untuk belanja hibah dan bantuan sosial
sejumlah Rp.9,85 triliun atau 7,7% dari total belanja daerah. Sementara itu,
belanja fungsi pendidikan sejumlah Rp.19,04 triliun atau hanya 16,83% dari
total belanja daerah. Hal ini tidak perlu terjadi, apabila Pemda Provinsi lebih
mengutamakan pengalokasian belanja fungsi pendidikan untuk memenuhi amanat UUD
1945 dari pada belanja hibah dan bantuan sosial.
4.
Selanjutnya, perlu di
sampaikan contoh pengalokasian belanja APBD Provinsi tertentu yang total
belanja hibah dan bantuan sosialnya sejumlah Rp.1,09 triliun atau 14,22% dari
total belanja daerah. Sedangkan, alokasi untuk belanja fungsi pendidikan hanya
sejumlah Rp.1,36 triliun atau 17,80% dari total belanja daerah. Hal ini memberi
gambaran bahwa provinsi tersebut juga belum memenuhi amanat UUD 1945.
Bahkan, besarnya
belanja hibah dan bantuan sosial provinsi tersebut, jauh melebihi jumlah APBD
beberapa provinsi di Indonesia yang totalnya masih di bawah Rp.1 triliun. Oleh
karena itu, diharapkan mulai TA 2012, semua Pemerintah Daerah harus menerapkan
prinsip perencanaan dan penganggaran yang mengutamakan peningkatan
kesejahteraan masyarakat.
5. Menegakan
disiplin pelaksanaan anggaran dengan menerapkan kas manajemen yang baik, untuk
pengendalian daya serap anggaran sesuai dengan rencana kerja dan anggaran yang
ditetapkan, serta menghindari terjadinya defisit APBD.
6. Menyalurkan
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) secara tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat
sasaran sesuai dengan kebutuhan. Pelaporan realisasi penerimaan dan penyaluran
ke masing-masing sekolah kepada Kementrian Pendidikan Nasional tidak melampaui
batas waktu, agar tidak menghambat kelancaran proses belajar dan mengajar.
7. Meningkatkan
pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah, serta optimalisasi peran
Gubernur dalam melakukan pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah
kabupaten/kota. Hal tersebut bertujuan, agar hasil audit atas laporan
pertanggung jawaban pengelolaan keuangan daerah memperoleh opini “Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP)”. Opini WTP merupakan salah satu indikator penilaian untuk
memperoleh penghargaan dari pemerintah atas prestasi/keberhasilan Kepala Daerah
dalam memimpin penyelenggaraan pemerintahan daerah.
8. Berdasarkan
hasil evaluasi BPK tahun 2011, dari 516 LKPD yang diperiksa, BPK telah
memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas 34 LKPD (7%), opini wajar
dengan pengecualian (WDP) atas 341 LKPD (66%), opini tidak wajar (TW) atas 26
LKPD (5%), dan opini tidak menyatakan pendapatan (TMP) atas 115 LKPD (22%).
9. Hasil
pemeriksaan BPK ini lebih baik daripada tahun 2010. Dari 504 LKPD yang
diperiksa, opini WTP atas 15 LKPD (3%), dan opini TMP atas 111LKPD (22%).
10. Meskipun
sistim pengelolaan dan tanggung jawab keuangan daerah menunjukkan perbaikan,
sebanyak 27% LKPD masih diberi opini TMP dan TW oleh BPK. Hal ini menunjukkan
bahwa efektivitas Sistim Pengendalian Intern (SPI) pemerintah daerah yang
bersangkutan belum optimal. Kelemahan ini di akibatkan belum memadainya unsur
lingkungan pengendalian dan kegiatan pengendalian.
11. Dalam
rangka meningkatkan kualitas pengelolaan keuangan daerah diminta kepada
Gubernur, Bupati dan Walikota menyusun dan menetapkan pedoman kerja sesuai
ketentuan yang berlaku, menegur dan atau memberi sanksi kepada pejabat
pelaksana yang tidak menaati ketentuan perundang-undangan, dan meningkatkan
pengawasan dan pengendalian.
12. Hasil
pemantauan pelaksaan tindak lanjut rekomendasi hasil pemeriksaan di lingkungan
pemerintah daerah mengungkapkan
bahwadari tahun 2005 sampai dengan tahun 2011 secara keseluruhan dari
524 pemerintah daerah terdapat 182.973 rekomendasi senilai Rp.38,21 triliun.
Rekomendasi yang telah ditindak lanjuti adalah 106.152 atau 58,02%, sedangkan
40.533 rekomendasi atau 22,16% belum sesuai rekomendasi dan dalam proses tinjak
lanjut. Sisanya sebanyak 36.268 rekomendasi atau 19,28% belum ditidak lanjuti
(termasuk 157 diantaranya adalah rekomendasi yang tidak dapat ditindak lanjuti
dengan alasan yang sah). Dari 106.152 rekomendasi senilai 10,88 triliun, yang
ditindak lanjuti sesuai rekomendasi, diantaranya telah ditindak lanjuti dengan
penyetoran ke kas negara/daaerah senilai Rp.7,47 triliun.
13. Rata-rata
opini yang diperoleh pada pemerintahan tingkat provinsi dan kota lebih baik
dibandingkan dengan pemerintahan tingkat kabupaten. Pemerintah provinsi dan
kota memperoleh opini WTP dan WDP sekitar 85% dari keseluruhan entitas provinsi
dan kota, dibandingkan pemerintah kabupaten yang hanya sekitar 69% dari seluruh
entitas kabupaten.
14. Untuk
itu diminta kepada kepala daerah untuk meningkatkan pengawasan dan pengendalian
dalam perencanaan dan pelaksanaan kegiatan, meningkatkan koordinasi dengan
pihak terkait, dan memberi sanksi sesuai ketentuan yang berlaku kepada.
15. Sejalan
dengan hal-hal tersebut diatas, Pejabat Pengawas Urusan Penyelenggaraan Pemerintahan
Daerah (P2UPD) ditingkatkan kompetensinya (sebagai salah satu aspek pencapaian
sasaran reformasi birokrasi, pencegahan korupsi dan open government.
BAB III
A.
Kesimpulan
Pendapatan asli daerah
terdiri dari :
a. Hasil
pajak daerah;
Pajak daerah adalah pajak yang wewenang pungutannya ada pada daerah dan pembangunan
daerah
b. Hasil
retribusi daerah;
Retribusi daerah sebagai pembayaran atas pemakain jasa atau kerena mendapat
pekerjaan usaha atau milik daerah bagi yang berkepentingan atau jasa yang diberikan
oleh daerah, baik secara langsung maupun tidak langsung
c. Hasil
perusahaan milik daerah, dan hasil pengelolaan milik daerah yang dipisahkan
dan;
Perusahaan daerah bergerak dalam lapangan yang sesuai
dengan urusan rumah tangganya menurut perundang-undangan yang mengatur
pokok-pokok pemerintahan daerah . Tujuan perusahaan daerah untuk turut serta
melaksanakan pembangunan daerah.
d. Lain-lain
pendapatan asli daerah yang sah.
kelompok penerimaan lain-lain dalam pendapatan daerah
Tingkat II mencakup berbagai penerimaan kecil-kecil, seperti hasil penjualan
alat berat dan bahan jasa. Penerimaan dari saswa, bunga simpanan giro dan Bank
serta penerimaan dari denda kontraktor.
Tujuan pengelolalan keuangan daerah:
a. Meningkatkan
efisien belanja aparatur dan belanja operasional.
b. Membatasi
belanja hibah dan bantuan sosial untuk memenuhi pencapaian SPM.
c. Pengalokasian
belanja APBD merata.
d. Menegakan
disiplin pelaksanaan anggaran dengan menerapkan kas manajemen.
e. Meningkatkan
pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah.
f. Optimalisasi peran Gubernur dalam melakukan
pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah kabupaten/kota.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdurrahman, “Beberapa Pemikiran
Tentang Otonomi Daerah”, msp, Jakarta 1987.
Darumurti, Krishna, D, “Otonomi
Daerah Perkembangan Pemikiran dan Pelaksanaan”, Citra Aditya Bakti,
Bandung 2000.
Kristadi JB, “Masalah Sekitar
Peningkatan Pendapatan Asli Daerah”, Alumni, Bandung, 1986.
Riwu Kaho, Yosef, “ Analisa
Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah di Indonesia”, Bina Aksara,
Jakarta, 1985.