Nama : Yogi Widiawan
NPM : 27211540
Kelas : 2EB25

BAB 13
Anti
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
1.
Pengertian
Pengertian Praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat menurut UU
no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh
satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau
pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan
usaha tidak sehat dan dapat merugikankepentingan umum.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis
sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas
penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha
(pasal 1 ayat (1) Undang-undagn Anti Monopoli ). Sementara yang dimaksud dengan
“praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi oleh salah satu atau
lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas
barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu persaingan usaha
secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum. Sesuai dalam Pasal 1
ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.
2. Azas dan
Tujuan
Dalam melakukan kegiatan usaha di Indonesia, pelaku usaha harus berasaskan
demokrasi ekonomi dalam menjalankan kegiatan usahanya dengan memperhatikan
keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Tujuan yang
terkandung di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, adalah sebagai berikut :
1. Menjaga
kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah
satu upaya
untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
2. Mewujudkan
iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat,
sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku
usaha besar, pelaku usaha menengah, dan pelaku usaha kecil.
3. Mencegah
praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh
pelaku usaha.
4. Terciptanya
efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.
3. Kegiatan
yang dilarang
Bagian Pertama Monopoli Pasal 17 (1) Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. (2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila:
a. barang
dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau
b. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau
b. mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau
c. satu
pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima
puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian KeduaMonopsoni Pasal 18
(1) Pelaku usaha
dilarang menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang
dan atau jasa dalam pasar bersangkutan yang dapat mengakibatkan terjadinya
praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
(2) Pelaku usaha patut diduga atau dianggap menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) apabila satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
Bagian Ketiga Penguasaan Pasar Pasal 19 Pelaku usaha dilarang melakukan satu atau beberapa kegiatan, baik sendiri maupun bersama pelaku usaha lain, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat berupa:
a. menolak
dan atau menghalangi pelaku usaha tertentu untuk melakukan kegiatan usaha yang
sama pada pasar bersangkutan;
b. atau mematikan usaha pesaingnya di pasar bersangkutan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 21 Pelaku usaha dilarang melakukan kecurangan dalam menetapkan biaya produksi dan biaya lainnya yang menjadi bagian dari komponen harga barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Bagian Keempat Persekongkolan Pasal 22 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 23 Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mendapatkan informasi kegiatan usaha pesaingnya yang diklasifikasikan sebagai rahasia perusahaan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat.
Pasal 24
Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk menghambat produksi
dan atau pemasaran barang dan atau jasa pelaku usaha pesaingnya dengan maksud
agar barang dan atau jasa yang ditawarkan atau dipasok di pasar bersangkutan
menjadi berkurang baik dari jumlah, kualitas, maupun ketepatan waktu yang
dipersyaratkan.
4. Perjanjian
yang dilarang
A. Oligopoli
Adalah keadaan pasar dengan produsen dan pembeli barang hanya berjumlah
sedikit, sehingga mereka atau seorang dari mereka dapat mempengaruhi harga
pasar.
B. Penetapan
harga
Dalam rangka penetralisasi pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian,
antara lain :
a. Perjanjian
dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga atas barang dan atau jasa
yang harus dibayar oleh konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang
sama ;
b. Perjanjian
yang mengakibatkan pembeli yang harus membayar dengan harga yang berbeda dari
harga yang harus dibayar oleh pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama
;
c. Perjanjian
dengan pelaku usaha pesaingnya untuk menetapkan harga di bawah harga pasar
d. Perjanjian
dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa penerima barang dan atau
jasa tidak menjual atau memasok kembali barang dan atau jasa yang diterimanya
dengan harga lebih rendah daripada harga yang telah dijanjikan.
C. Pembagian
wilayah
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
yang bertujuan untuk membagi wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap
barang dan atau jasa.
D. Pemboikotan
Pelaku usaha dilarang untuk membuat perjanjian dengan pelaku usaha
pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku usaha lain untuk melakukan usaha yang
sama, baik untuk tujuan pasar dalam negeri maupun pasar luar negeri.
E. Kartel
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya
yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan atau
pemasaran suatu barang dan atau jasa.
F. Trust
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain untuk
melakukan kerja sama dengan membentuk gabungan perusahaan atau perseroan yang
lebih besar, dengan tetap menjaga dan mempertahankan kelangsungan hidup
tiap-tiap perusahaan atau perseroan anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol
produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa.
G. Oligopsoni
Keadaan dimana dua atau lebih pelaku usaha menguasai penerimaan pasokan
atau menjadi pembeli tunggal atas barang dan/atau jasa dalam suatu pasar
komoditas.
H. Integrasi
vertikal
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam
rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian
produksi merupakan hasil pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu
rangkaian langsung maupun tidak langsung.
I. Perjanjian
tertutup
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang
memuat persyaratan bahwa pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan
memasok atau tidak memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak
tertentu dan atau pada tempat tertentu.
J. Perjanjian
dengan pihak luar negeri
Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang
memuat ketentuan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau
persaingan usaha tidak sehat.
5. Hal-hal
yang Dikecualikan dalam Monopoli
Hal-hal yang
dilarang oleh Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
1.
Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan
pasar, yang terdiri dari:
A. Oligopoli
B. Penetapan
harga
C. Pembagian
wilayah
D. Pemboikotan
E. Kartel
F. Trust
G. Oligopsoni
H. Integrasi
vertikal
I. Perjanjian tertutup
J. Perjanjian dengan pihak luar negeri
2.
Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak baik untuk persaingan pasar,
yang
meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
A. Monopoli
B. Monopsoni
C. Penguasaan
pasar
D. Persekongkolan
3. Posisi
dominan, yang meliputi :
A. Pencegahan
konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
B. Pembatasan
pasar dan pengembangan teknologi
C. Menghambat
pesaing untuk bisa masuk pasar
D. Jabatan
rangkap
E. Pemilikan
saham
F. Merger,
akuisisi, konsolidasi
6. Komisi
Pengawasan Persaingan Usaha
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di
Indonesia yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999
tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
7. Sanksi
dalam Antimonopoli dan Persaingan Usaha
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan
penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada
tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal
yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku
usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi
administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya
diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi administratif, UU Anti Monopoli juga
mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok.
Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Pasal 48
(1)
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal
16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana
denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana
kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
(2)
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal
20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda
serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya
Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan
pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
(3)
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41 Undang-undang ini diancam pidana denda
serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya
Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda
selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49
Dengan
menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a.
pencabutan izin usaha; atau
b. larangan
kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap
undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c.
penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyjavascript:void(0)ebabkan
timbulnva kerugian pada pihak lain.
Aturan
ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak
menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau
penyidikan dalam konteks pidana
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar